Pembelajaran Transformatif: Perspektif Lain Tentang Pembelajaran Orang Dewasa

Pada 1980-an, Malcolm Knowles mempopulerkan asumsi tertentu tentang pembelajaran orang dewasa yang telah menjadi dasar model yang Anda kenal sebagai andragogi. Istilah andragogy, yang pertama kali digunakan di Eropa dan kemudian di Amerika, membantu memprofesionalkan gagasan pendidikan orang dewasa sebagai proses yang berbeda dari yang digunakan untuk mendidik anak-anak (Merriam & Bierema, 2014).
 

Prinsip Andragogi
Jika Anda telah terlibat dalam dunia pelatihan dan pendidikan orang dewasa, maka kemungkinan besar Anda akrab dengan enam asumsi yang sering dinyatakan sebagai prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa:
  • Perlu tahu kenapa. Orang dewasa perlu mengetahui alasan untuk belajar sesuatu. Ini sering dianggap sebagai kebutuhan untuk membantu pelajar memahami "apa untungnya bagi saya." 
  • Konsep diri. Orang dewasa memiliki konsep diri bahwa mereka adalah manusia yang mengarahkan diri sendiri. Mereka menentang atau membenci contoh ketika orang lain memaksakan kehendak mereka pada mereka. Pikirkan resistensi terhadap kepatuhan atau pelatihan lain yang dipaksakan pada mereka.
  • Peran pengalaman. Orang dewasa memasuki situasi belajar dengan banyak pengalaman. Ini dapat berfungsi sebagai sumber daya untuk membuat pembelajaran menjadi bermakna. 
  • Kesiapan untuk belajar. Orang dewasa menjadi siap untuk belajar ketika pengalaman itu akan membantu mereka menghadapi situasi kehidupan, seperti melakukan tugas yang relevan dengan peran sosial mereka.
  • Orientasi belajar. Orang dewasa berpusat pada kehidupan atau berpusat pada masalah dalam keinginan mereka untuk belajar. Mereka termotivasi ketika mereka melihat bahwa belajar akan menyelesaikan situasi kehidupan nyata. 
  • Motivasi. Meskipun orang dewasa termotivasi oleh imbalan eksternal, motivator yang paling kuat adalah tekanan internal.

Meskipun tampak jelas bahwa orang dewasa berada pada titik yang berbeda dalam siklus hidup mereka daripada anak-anak, keenam asumsi tersebut dikritik oleh beberapa orang sebagai terlalu kaku. Misalnya, ketika orang dewasa mempelajari sesuatu yang baru, mereka mungkin lebih suka dipimpin oleh seorang guru. Dan beberapa pelajar muda mampu mandiri dalam pembelajaran mereka. Dalam buku yang lebih baru, Knowles dan rekan penulis mengklarifikasi bahwa pelajar dewasa tidak homogen dan aplikasi model atau proses apa pun harus disesuaikan untuk perbedaan individu (Knowles, Elwood & Swanson, 2015).


Pembelajaran Transformatif
Di dunia akademis, ada banyak teori lain yang berhubungan dengan pembelajaran orang dewasa. Salah satu yang saya pikir akan menarik bagi Anda dan yang ingin saya jelajahi lebih dalam adalah pembelajaran transformatif atau transformasional. Sekarang ini adalah salah satu teori yang dominan dalam dunia pembelajaran orang dewasa meskipun diperkenalkan beberapa dekade yang lalu.

Pembelajaran transformatif mengacu pada pengalaman belajar yang menyebabkan pergeseran dalam perspektif individu. Ini didasarkan pada gagasan bahwa belajar adalah "proses membuat interpretasi baru atau revisi dari makna pengalaman" (Mezirow, 1990). Ini terjadi ketika pelajar dewasa mengubah asumsi atau harapan mereka. Yang sering terjadi adalah perubahan dalam kerangka referensi mereka untuk interpretasi dan pemahaman.

Seringkali pembelajaran transformatif adalah hasil dari perubahan hidup, seperti orang tua yang kembali memasuki dunia kerja setelah membesarkan anak-anak, orang-orang yang baru didiagnosis sebagai HIV-positif, atau orang dewasa yang menjadi pengusaha setelah bertahun-tahun bekerja di organisasi terstruktur. Ini juga bisa diakibatkan oleh perubahan yang kurang dramatis, seperti orang dewasa yang mulai menggunakan internet atau seseorang yang menjadi aktivis dalam organisasi sosial yang bermakna.

Cara Mendorong Pembelajaran Transformatif
Dari sudut pandang mereka yang merancang pengalaman belajar, Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana kita dapat mendorong transformasi yang dalam dan bertahan lama ini? Dalam ulasan penelitian, Taylor (2007) menggambarkan beberapa faktor yang ditunjukkan untuk mendorong pembelajaran transformasional. Selain itu, Henderson (2010) menguraikan cara untuk mendorong pembelajaran transformatif dalam lingkungan online.
 
  • Hubungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran transformatif dipupuk dengan membangun hubungan yang suportif dan saling percaya. Ini adalah dasar untuk dialog dan wacana, dibahas kemudian. Membangun hubungan membutuhkan iklim belajar yang terbuka untuk perspektif yang berbeda dan bersifat non-hierarkis. Hubungan daring dan saling percaya lebih mudah dibangun dalam ruang kelas virtual atau situasi kelompok kerja ketika peserta dapat saling melihat melalui foto atau video, ketika pelajar dapat mendengar suara moderator atau instruktur dan ketika mereka berbagi tujuan bersama. 
  • Refleksi Kritis. Pembelajaran transformatif sering berjalan seiring dengan refleksi diri. Ini melibatkan menantang asumsi yang diandalkan orang untuk memahami dunia. Misalnya, Anda dapat mendorong pembelajaran transformatif dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang membantu peserta didik menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman hidup mereka sendiri. Pertanyaan pemeriksaan yang mempromosikan refleksi kritis tidak memiliki jawaban yang mudah atau sederhana. Anda dapat merancang refleksi kritis ke dalam kursus formal dengan meminta peserta menjawab pertanyaan melalui blog dan alat sosial internal lainnya. Ini juga dapat menjadi bagian dari diskusi online yang bijaksana. 
  • Pengalaman Langsung dan Aktif. Dalam ulasan penelitiannya, Taylor (2007) menemukan bahwa salah satu cara paling kuat untuk menumbuhkan pembelajaran transformatif adalah dengan menawarkan pengalaman langsung yang bermakna bagi peserta didik. Dalam satu contoh, dokter dan perawat yang mempelajari perawatan paliatif diminta untuk mengunjungi rumah perawatan, rumah duka dan laboratorium anatomi. Ide ini dapat ditransfer ke pembelajaran di tempat kerja dengan memulai program yang mendorong pengalaman langsung. Misalnya, karyawan yang ingin mengembangkan kemampuan kepemimpinan dapat memulai kampanye yang bermanfaat secara sosial untuk memimpin di tempat kerja. 
  • Kesiapan untuk Pengalaman Transformatif. Faktor lain yang mendorong pembelajaran transformatif adalah kesadaran diri dan kesiapan individu untuk mengalami. Beberapa studi menunjukkan bahwa individu yang berada dalam pola pikir transisi cenderung mengalami transformasi. Mereka mungkin berada di tengah-tengah dilema atau pada batas kemampuan mereka untuk menciptakan makna dengan tingkat pengetahuan mereka saat ini. Implikasinya adalah bahwa penting untuk membantu peserta didik mengembangkan jenis kesadaran diri dan penerimaan rasa tidak nyaman untuk memungkinkan terjadinya transformasi. 
  • Ceramah. Dalam ulasan penelitiannya, Henderson (2010) menunjukkan bagaimana diskusi merupakan aspek penting dari pembelajaran transformatif dan bahwa ada manfaat untuk melakukan ini secara online. Pertama, beberapa orang dewasa lebih nyaman berbicara online daripada secara langsung, sehingga mereka akan lebih terlibat. Juga, diskusi online fleksibel dalam mode. Mereka dapat berlangsung secara tidak sinkron di forum, sehingga peserta memiliki waktu untuk memikirkan tanggapan mereka atau mereka dapat terjadi secara sinkron di ruang obrolan. Selain itu, diskusi online terjadi secara alami ketika kelompok kecil menangani masalah dan masalah.

Transformasi di Tempat Kerja 
Banyak penelitian dalam pembelajaran transformasional menguji peserta didik dalam lingkungan akademik. Sangat menarik untuk memikirkan transformasi yang dapat terjadi di lingkungan tempat kerja. Penelitian menunjukkan fakta bahwa jenis pembelajaran yang lebih dalam ini melibatkan membangun hubungan sosial dan membutuhkan lebih dari satu kursus. Dibutuhkan perubahan di tempat kerja yang menumbuhkan budaya belajar, dukungan, refleksi dan percakapan yang bermakna.

Apa pengalaman Anda dengan pembelajaran transformatif? Bagikan di bagian Komentar di bawah ini.


Post a Comment

0 Comments